by: nRy
Hari ini di tahun 1997
Setahun sebelum kerusuhan...
Kau berdiri mengajarkan persamaan kata
Melempar tanya yang sama dengan ketidakmampuan manusia
Semua anak berebut menjawab hanya aku yang terdiam seribu bahasa
Mataku menatap telingaku menyimak hatiku manghayati
Tak puas mendengar, kau terus mengejar
Penasaran matamu jadi nanar
Kau tunjuk diriku yang sedari tadi diam
Ku hanya jawab keterbatasan
Kau tersenyum lembut...diam
Hari ini di tahun 1997
Setahun sebelum kerusuhan...
Kau panggil aku ke ruang kantin
Bersama setia datang menghadap
Kau tanya aku perlukah PR
Ku sanggah percuma mengerjakan teori
Kau singgung bagaimana tanggung jawab ke orang tua murid
Ku jawab akan maju dan kasih tahu
Di sini kau diam
PR pun tidak laku
Aku tersenyum lembut...diam
Hari ini di tahun 1997
Setahun sebelum kerusuhan...
Kau puji bakatku tanpa koma
Ku tersipu malu tak mampu baca lantang cerpen karanganku
Di depan kelas tanganku bergetar
Kau tersipu melihatku tak mampu baca hasil karyaku
Kalian tersenyum lembut...diam
Hari ini sebelum zaman peralihan masih di tahun 1997...
Tanpa tanda tanya, kali ini tidak mengajarkan tanda seru
Ceritanya saudara kandungmu meninggalkan dunia
Pulang ke kotamu tepatnya Yogyakarta
Pikul tanggung jawab menjaga anak-anaknya
Giliran kami menjatuhkan titik-titik air mata
Sudah terbayang ke depan tanpa Titiek maupun koma
Tidak perlu huruf kapital juga tanda petik
Hari ini di tahun 1997, setahun sebelum kerusuhan, sebelum zaman peralihan...
Kita terdiam tak mampu membayangkan ditinggalkan Titiek titik
(A Tribute to Ibu Titiek, guru bahasa Indonesia SMU Vianney)
Friday, March 20, 2015
Sumpah Sang Banteng
by: nRy
Kalau aku Banteng, takkan ku-cat moncongku jadi putih
Kalaulah aku Banteng, akan kuseruduk tumbang pohon beringin
Jika aku Banteng, tak sudi aku terbang bersama garuda merah
Jikalau aku Banteng, menumpang mercedes bukan hobiku
Kalau aku Banteng, takkan ku-cat moncongku jadi putih
Kalaulah aku Banteng, akan kuseruduk tumbang pohon beringin
Jika aku Banteng, tak sudi aku terbang bersama garuda merah
Jikalau aku Banteng, menumpang mercedes bukan hobiku
Kau rubah matahari jadi biru, aku bergeming
Kau siarkan lewat layar lebar, aku tetap kokoh
Kau bawa Neng nurani, kubawa bang Rakyat
PadaMu kau bersimpuh, aku tak yakin bisa berlutut
Hari ini aku teriak
Jangan pernah kau bikinku diam
Besok pasti akan datang
Jumlah Rakyat lebih dari jutaan
Sumpahku di tanah berlumpur
Jadikan tanah ini emas berlian
PadaMu aku bersumpah
Aku hina rampok bukan punyaku
Subscribe to:
Posts (Atom)